Jumat, 26 Juni 2015

29 Waktu yang Dianjurkan untuk Bershalawat Nabi

Waktu-Waktu Yang Dianjurkan Untuk Bershalawat

 Waktu-waktu yang sangat ditekankan untuk berholawat kepada Rasulullah  baik karena hal itu wajib atau hanya sekedar sunnah adalah sebagai berikut:

 1.     Di Tasyahud Akhir.

Telah sepakat kaum muslimin bahwa hal ini adalah masyru’, hanya saja terjadi perselisihan terhadap wajib atau sunnahnya hal ini. Sebagian kelompok mengatakan hal ini adalah sunnah, diantara mereka adalah Imam ath-Thahawi, Qodli Iyadh, dan Imam al-Khoththobi sendiri mengatakan bahwa hal ini merupakan kesepakatan para fuqoha’ (ijma’ jama’atul fuqoha’) kecuali Imam asy-Syafi’i.

Qodli Iyadh memberikan hujjah bahwa membaca shalawat dalam shalat bukanlah wajib, beliau memberikan dalil bahwa hal inilah yang diamalkan oleh para salaf sebelum Imam asy-Syafi’i, dan merupakan ijma’ mereka.

Madzhab asy-Syafi’iyah dan al-Hanabilah menyatakan bahwa shalawat kepada Nabi  dalam tasyahud akhir hukumnya wajib. Sedangkan shalawat kepada keluarga beliau  hukumnya sunnah menurut asy-Syafi’iyah dan hukumnya wahib menurut al-Hanabilah. Sedangkan menurut al-Hanafiyah dan al-Malikiyah, membaca shalawat kepada Nabi pada tasyahud akhir hukumnya sunnah. Demikian juga dengan shalawat kepada keluarga beliau.



2.    Di Tasyahhud Awal.

Dalam hal ini juga terjadi ikhtilaf, Imam asy-Asyafi’i[1] Rahimahullah menyatakan bahwa diharuskan membaca shalawat pada tasyahud awal, namun hal ini bukanlah hal yang wajib, melainkan sunnah.



3.    Di Akhir Qunut.

Hal ini mustahab menurut Imam asy-Syafi’i dan orang yang sepakat dengan beliau. Beliau berhujjah dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam an-Nasa’i[2], dari Hasan bin Ali bin Thalib : “Telah mengajariku Rasulullah bacaan witir, beliau bersabda: ucapkanlah:

اَللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَ بَارِكْ لِي فِيْمَا أَعْطَيْتَ وَ تَوَلَّنِي فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَ قِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ فَأَنَّكَ تَقْضِي وَ لَا يُقْضَى عَلَيْكَ وَ إِنَّهُ لَا بذلّ مَنْ وَالَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَ تَعَالَيْتَ وَ صَلَّى اللهُ عَلَى النَّبِيِّ مُحَمَّدٍ [3]



4.    Takbir Kedua Pada Shalat Jenazah.

Telah menjadi kesepakatan di kalangan ulama’ bahwa hal ini adalah hal yang masyru’. Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam madzhab mereka mengatakan bahwa membaca shalawat dalam shalat jenazah (takbir kedua) merupakan perkara yang wajib, tidak sah shalat jenazah kecuali dengannya. Namun, berbeda dengan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik yang keduanya mengatakan bahwa hal ini adalah mustahab bukan wajib.

Adapun dalil yang menyatakan disyariatannya adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Abdur Rozzaq dalam mushonnafnya (no.6428):

عن الزهري قال: سمعت أبا أمامة بن سهيل بن حنيف يحدث ابن المسيّب قال: السنّة في الصلاة على الجنائز أن يكبر ثمّ يقرأ بأم القرآن , ثمّ يصلّي على النّبي صلّى الله عليه و سلّم , ثمّ يخلص الدعاء للميت , ولا يقرأ إلا في التكبيرة الأولى , ثمّ يسلم نفسه عن يمينه , قال ابن جريج : و حدثني ابن شهاب قال : القراءة في الصلاة على الميت في التكبيرة الأولى



“Azzuhri berkata: Aku mendengar Abu Umamah bin Suhail bin Hanif berkata Ibnu Musayyab: Sunnah dalam shalat jenazah adalah takbir kemudian membaca ayat al-Qur’an, kemudian mengkhususkan do’a untuk mayat, dan tidak membaca (ayat al-Qur’an) melainkan pada takbir  yang pertama, kemudian salam dari sebelah kanan. Ibnu Juraij berkata: Ibnu Shihab berkata: Pembacaan (ayat al-Qur’an) pada shalat mayit pada takbir  pertama.”



5.    Tatkala Berkhutbah, Seperti Khutbah Jum’at, Khutbah Idul Fithri dan Idul Adha, Istisqo’ dan Lainnya.

Terjadi perselisihan di kalangan ulama’ tentang syarat sahnya sebuah khutbah. Imam asy-Syafi’i dan Imam Ahmad dalam madzhabnya yang terkenal mengatakan bahwa tidak sah khutbah melainkan dengan adanya shalawat kepada Rasulullah . Berbeda dengan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik yang berpendapat bahwa khutbah tetap sah walaupun tanpa shalawat di dalamnya, dan ini juga pendapat sebagian madzhab Imam Ahmad. Golongan yang mewajibkan shalawat dalam berkhutbah berhujjah dengan firman Allah  :

أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ  وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ الَّذِي أَنقَضَ ظَهْرَكَ  وَرَفَعْنَا لَكَ ذِكْرَكَ



“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu?,  dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu ? . Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.”

Berkata Ibnu Abbas  tentang ayat ini: Allah meninggikan penyebutan (nama Rasulullah), maka tidak boleh menyebut nama Allah melainkan juga menyebut nama beliau bersama-Nya.



6.         Setelah Menjawab Muadzdzin dan Ketika Iqamah Shalat.

Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahihnya. Dari Abdullah bin Amru  bahwasanya dia mendengar Rasulullah  bersabda:

إذا سمعتم المؤذّن فقولوا مثل ما يقول ثمّ صلوا عليّ فإنّه من صلى عليّ صلاة صلّى الله عليه بها عشرا ثمّ سلوا الله لي الوسيلة فإنّها منزلة في الجنّة لا تنبغي إلّا لعبد من عباد الله و أرجو أن أكون أنا هو فمن سأل لي الوسيلة حلّت له الشفاعة



“Apabila kalian mendengar suara muadzin, maka ucapkanlah sebagaimana yang dia ucapkan kemudian bershalawatlah kepadaku. Karena sesungguhnya barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh kali kemudian mintalah kepada Allah bagiku wasilah karena sesungguhnya ia adalah tingkatan di surga yang tidak pantas kecuali bagi seseorang dari hamba-hamba Allah, dan aku berharap orang itu adalah saya. Maka barangsiapa yang memintakan wasilah bagiku niscaya dihalalkan baginya syafaat.” [HR. Muslim no.857, Abu Daud no.532, Nasa’I no.687][4]



7.    Tatkala Berdoa.

            Dalam bershalawat tatkala berdo’a, terdapat tiga ketentuan:

1.      Bershalawat sebelum berdo’a, sesudah mengucapkan pujian kepada Allah.

2.      Bershalawat kepada Rasulullah  di awal, di tengah dan di akhir tatkala berdo’a.

3.      Membaca shalawat di awal dan di akhir sebuah do’a.

Dan di antara dalilnya adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi dalam sunannya, bahwa Fadlalah bin Ubaid berkata: Rasulullah  mendengar seseorang berdo’a di waktu shalatnya, di mana dia tidak memuji Allah dan tidak berhalawat kepada Nabi . Maka Rasulullah bersabda: laki-laki itu terlalu tergesa-gesa. Kemudian beliau memanggilnya dan berkata kepadanya juga kepada yang lainnya:

إذا صلّى أحدكم فليلبدأ بتحميد الله و الثناء عليه ثمّ يصلّي على النبيّ ثمّ يدعو بعد بما شاء



“Jika salah seorang kalian berdo’a, maka mulailah dengan mengagungkan Allah dan memuji-Nya. Kemudian bersholawatlah kepada Nabi, kemudian berdo’a setelah itu apa yang dia mau.”[5]



8.        Tatkala Masuk dan Keluar Masjid.

Imam Ibnu Huzaimah telah meriwayatkan dalam shahihnya no.439,2500:

عن أبي هريرة , أنّ رسول الله صلّى الله عليه و سلّم قال : إذا دخل أحدكم المسجد فليسلم على النبيّ و ليقل : اللهم افتح لي أبواب رحمتك , و إذا خرج فليسلم على النبيّ و ليقل : اللهم أجرني من الشيطان الجيم



“Dari Abu Hurairah  bahwasanya Rasulullah  bersabda: Apabila salah seorang dari kalian memasuki masjid, maka hendaklah dia bersalam kepada Rasulullah dan mengucapkan: Allahummaftahli Abwaba Rohmatik dan apabila hendak keluar masjid, maka hendaklah bersalam kepada Nabi dan mengucapkan: Allahumma Ajirni Minasysyaithonirrojim.”



9.        Ketika Berada Di Atas Bukit Shofa dan Marwa.

10.    Ketika Berkumpulnya Suatu Kaum Sebelum Mereka Berpisah.

Banyak hadits Rasulullah  yang berkaitan dengan hal ini, diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Hakim dalam mustadrojnya:

عن إبي هريرة رضي الله عنه , قال : ما جلس قوم وجلسا , ثمّ تفرقوا قبل أن يذكروا الله , و يصلوا على نبيّه صلّى الله عليه و سلّم إلاّ كان عليهم حسرة يوم القيامة





“Dari Abu Hurairah  berkata: Tidaklah suatu kaum berkumpul dalam suatu majlis, kemudian berpisah dan belum menyebut nama Allah dan bershalawat kepada Rasulullah , melainkan mereka akan mendapat kerugian di hari kiamat.”  [HR. Hakim no.1764]



11.    Jika Disebut Nama Beliau .

Terdapat perselisihan di kalangan ulama’ apakah wajib hukumnya membaca shalawat pada setiap kali disebutkan nama Rasulullah . Berkata Imam Abu Ja’far ath-Thohawi dan Abu Abdullah al-Halimi bahwasanya wajib hukumnya mengucapkan shalawat setiap kali disebutkan nama beliau , sedangkan selain mereka berpendapat bahwa hal itu merupkan sesuatu yang mustahab.

Golongan yang menyebutkan hal ini wajib, berhujjah dengan beberapa dalil:

1.    Apa yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam mustadroknya:

قال : سمعت عبد الله بن عليّ بن الحسين , يحدث, عن أبيه , عن جده , قال : قال: رسول الله صلّى الله عليه و سلّم : إن البخيل من ذكرت عنده فلم يصل عليّ. هذا حديث صحيح الإسناد و لم يحخرجاه. و له شاهد عن أبي هريرة.



“Abdullah bin Ali bin Hasan menuturkan dari ayahnya dari kakeknya berkata: Telah bersabda Rasulullah  : Sesunggunya orang yang bakhil itu adalah orang yang apabila disebutkan (namaku) pada nya, namun dia tidak bersaolawat kepadaku.”  [HR. Hakim no.1973, hadits ini shahih sanadnya, namun Imam Bukhari dan Muslim tidak meriwayatkannya. Ibnu Hibban juga meriwayatkan hadits yang semakna no.190]



2.    Sabda Rasulullah  yang diriwayatkan oleh al-Hakim dalam mustadroknya:

عن أبي هريرة رضي الله عنه , قال : قال رسول الله صلّى الله عليه و سلّم : رغم أنف رجل ذكرت عنده فلم يصل عليّ.



“Dari Abu Hurairah  Rasulullah  bersabda : Hinalah seorang yang apabila (namaku) disebutkan namun dia tidak bershalawat kepadaku.”[6]



12.    Ketika Telah Selesai Dari Talbiyah.

     Imam Daruquthni meriwayatkan sebuah hadits dalam sunannya yang berbunyi:

عن عمارة بن خزيمة بن ثابت عن أبيه أنّ النبيّ صلّى الله عليه و سلّم كان إذا فرغ من تلبيته سأل الله تعالى مغفرته و رضوانه و استعاذ برحمته من النار. قال صالح سمعت القاسم بن محمد يقول كان يستحبّ للرجل إذا فرغ من تلبيته أن يصلي على النبيّ صلّى الله عليه و سلّم.

“Dari Umaroh bin Khuzaimah bin Tsabit dari ayahnya bahwasanya Nabi  apabila telah selesai dari talbiyah beliau memohon kepada Allah ampunan-Nya dan keridhoan-Nya dan berlindung dengan rahmat-Nya dari api neraka. Shalih berkata: Saya mendengar Qosim bin Muhammad berkata disunnahkan bagi seseorang apabila telah selesai dari talbiyyah untuk bershalawat kepada Nabi .”[7]



13.    Ketika Hendak Mencium Hajar Aswad.

Imam Nafi’ berkata; bahwasanya Ibnu Umar  jika hendak mencium hajar aswad, beliau membaca:

اَللَّهُمَّ إِيْمَانًا بِكَ وَ تَصْدِيْقًا بِكِتَابِكَ وَ سُنَّةِ نَبِيِّكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ (وَ يُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ )



14.    Tatkala berhenti di Kuburan Nabi.

Imam Malik Rahimahullah telah meriwayatkan dalam kitabnya al-muwaththo’ :

عن عبد الله بن دينار قال رأيت عبد الله بن عمر يقف على قبر النبيّ صلّى الله عليه و سلّم فيصلي على النبيّ صلّى الله عليه و سلّم و على أبي بكر و عمر



“Dari Abdullah bin Dinar berkata: Aku melihat Abdullah bin Umar berhenti di kuburan Nabi dan dia bershalawat kepada Nabi , Abu Bakar, dan Umar.” [HR.Malik no.574]



15.    Ketika Keluar Dari Pasar Atau Menuju Dakwah Dan Sebagainya.

Ibnu Abu Syaibah menyebutkan dalam mushonnafnya:

عن أبي وائل قال: ما شهد عبد الله مجمعا ولا مأدبة فيقوم حتى يحمد الله و يصلي على النبيّ صلّى الله عليه و سلّم و إن كان مما يتبع أغفل مكان في السوق فيجلس فيه و يحمد الله و يصلي على النبيّ صلّى الله عليه و سلّم



“Abu Wail berkata: Tidaklah disaksikan Abdullah berada pada perkumpulan dia berdiri sehingga dia memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi  dan apabila beliau dari melewati tempat yang paling dilalaikan di pasar, maka beliau duduk kemudian memuji Allah dan bershalawat kepada Nabi .” [HR.Ibnu Abi Syaibah no.127]



16.    Jika Seseorang Bangun Dari Tidurnya Di Malam Hari.

Imam An-Nasa’i meriwayatkan dalam sunan kabirnya :

Abdullah bin Mas’ud berkata: Allah tertawa kepada dua orang laki-laki yaitu seorang yang apabila bertemu dengan musuh sedang dia berada di atas kuda maka dia memerangi mereka dan tetap (memerangi mereka) apabila dia terbunuh, maka dia syahid dan apabila dia selamat maka itulah Allah tertawa terhadapnya, dan seorang laki-laki yang bangun pada malam hari yang tidak diketahui oleh siapapun. Kemudian dia berwudlu dan membaguskan wudlunya kemudian memui Allah dan bermunajat kepada-Nya dan bersholawat kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam dan membuka al-qur’an yang demikian itu membuat Allah tertawa padanya. Allah berfirman: lihatlah hamba-Ku ini, dia berdiri (di malam hari) tanpa seorangpun yang mengetahui selain Aku apa yang dia ucapkan apabila sholat di penghujung malam.



17.    Ketika Mengkhatamkan Al-Qur’an.

18.    Pada Hari Jum’at.

عَنْ أَبِى أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- : أَكْثِرُوا عَلَىَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ فَإِنَّ صَلاَةَ أُمَّتِى تُعْرَضُ عَلَىَّ فِى كُلِّ يَوْمِ جُمُعَةٍ ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَهُمْ عَلَىَّ صَلاَةً كَانَ أَقْرَبَهُمْ مِنِّى مَنْزِلَةً



“Dari abi umamah berkata rasulullah saw bersabda : perbanyaklah bershalawat kepadaku di hari jum'at, karena shalawat umatku akan diperlihatkan kepadaku disetiap hari jum'at, barang siapa yang paling banyak bershalawat atasku maka kedudukannya paling dekat padaku.”[8]



19.    Tatkala Berdiri Dari Majlis.

Berkata Abdurrahman bin Abi Haitam: Telah mengisahkan kepada kami Sa’id bin Yahya bin Sa’id al-Qahthoni, telah menceritakan kepada kami Utsman bin Umar berkata: Saya mendengar Sufyan bin Sa’id apa yang tidak saya perhitungkan apabila dia hendak berdiri, maka dia membaca:

صَلَّى اللهُ وَ مَلَائِكَتُهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى أَنْبِيَاءِ اللهِ وَ مَلَائِكَتِهِ



20.    Ketika Melewati Masjid dan Melihatnya.

Berkata Qodli Ismail dalam kitabnya, telah memberitakan kepada kami Yahya bin Abdul Hamid: telah memberitakan kepada kami Saif bin Umar At-Tamimi dari Sulaiman Al-abasi, dari Ali bin Husain berkata: Berkata Ali bin Abi Thalib  :

إذا مررتم بالمسجد فصلّوا على النبيّ صلّى الله عليه و سلّم تسليما

“Jika kalian melewati masjid, maka bershalawatlah kepada Nabi .”[9]



21.    Ketika Menulis Nama Rasulullah .

22.    Ketika Menyampaikan Ilmu Kepada Manusia, Mengajarkan Ilmu dan Semisalnya, Di Awal dan Di Akhirnya.

23.    Pada Pagi dan Sore Hari.

Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Darda’  berkata: Telah bersabda Rasulullah : “Barang siapa yang bersholawat kepadaku sepuluh kali di waktu pagi dan sepuluh kali di waktu sore, maka dia mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.”[10]



24.    Apabila Berbuat Dosa dan Ingin Menghapusnya.

Dari Abu Hurairah  berkata: Telah bersabda Rasulullah : "Bershalawatlah kepadaku, karena sesungguhnya shalawat kepadaku merupakan pembersih bagi kalian. "  [HR.Ibnu Abi Syaibah no.8704][11]



25.    Ketika Khutbah Seorang Laki-Laki Pada Sorang Wanita Pada Pernikahan.

26.    Ketika Bersin.

27.    Ketika Selesai Berwudlu’

28.    Ketika Masuk Rumah.

29.    Setiap Waktu Yang Digunakan Untuk Berkumpul Guna Menyebut Nama Allah.[12]

[1] Muhammad bin Idris as-Syafi'i Abu Abdillah, Al-Umm, Beirut Lebanon, Darul Ma'rifah, Thn Terbit 1393, Juz : I, hal: 118. (Software Maktabah Syamilah)

[2] No.1745

[3] Hadits ini dikeluarkan oleh Imam an-Nasa-i dalam sunannya dalam bab : ad-dua' fil witri, juz :  3, hal : 248. Syaikh al-Albani mendhoifkan hadits ini. (Maktabah Syamilah)

[4] Hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Tirmidzi (no.211) dan Imam Ahmad (no.14877) meriwayatkan dengan lafadz yang berbeda.

[5] Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud dalam sunannya, bab : ad-dua', juz : 1, hal : 551, no hadits : 1483. (Maktabah Syamilah)

[6] Hadits ini dikeluarkan oleh Imam at-Tirmidzi dalam sunannya, bab : Qoulu Rasulillah , juz : 5, hal : 550, no : 3545. dari Abi Hurairah . Juga Ibnu Majah dalam shahihnya, bab : al-Ad'iyah, juz :3, hal : 189, no : 908. Imam Ahmad dalam musnadnya, juz : 12, hal : 421. no : 7451.

[7] Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Daruqutni, dalam sunannya, bab : al-Mawaqit, juz : 2, hal : 238, no : 11.

[8] Hadits ini dikeluarkan oleh Imam al-Baihaqi dalam sunan kabirnya, bab : Ma Yu'maru Bihi Fi Lailatin, juz : 3, 249. no : 6208.

[9] Sanad hadits ini sangat dhaif (lemah) sekali, di dalamnya ada Saif bin Umar seorang yang matruk.

[10] Berkata Imam As-Sakhowi dalam kitab “al-Qoulul Badi’” : hadits ini telah diriwayatkan oleh Imam ath-Thobroni dengan dua jalur sanad, salah satu sanadnya adalah jayyid, akan tetapi di dalamnya inqitho’ (terputus). Hadits ini juga dikeluarrkan oleh Ibnu Abi ‘Ashim dengan sanad yang di dalamnya ada yang dhaif.

[11] Hadits ini dhaif, karena dalam sanadnya terdapat Laits bin Abi Sulaim.

[12] Muhammad Bin Abi Bakrin Ayub Az-Zur’I Abu Abdillah, Jalaul Afham Fi Fadhlis Sholati ‘Ala Muhammad Khoirul Anam (Jalaul Afham Ibnu Qoyyim), Kuwait, Darul ‘Urubah, Cet II, 1407 H / 1987 M, juz : 1, hal : 327-427. (Software Maktabah Syamilah)
Share on :

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Tafsir Ibnu Katsir 2011 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates and Theme4all