Dalil Disyari’atkannya Bershalawat Kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasalam
Diantara hak Nabi yang disyari’atkan Allah atas umatnya adalah agar mereka mengucapkan shalawat dan salam untuk beliau. Alllah dan para malaikatNya telah bershalawat kepada beliau , dan Allah memerintahkan kepada hamba-Nya agar mengucapkan shalawat dan taslim (mengucapkan salam) kepada beliau.
Allah berfirman :
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً
“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi . Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya .” (al-Ahzab : 56)
Ibnu Abi Hatim, Abu Syaikh dan Ibnu Marduwaih telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa bani isroil berkata kepada Musa “Apakah Robbmu bershalawat kepadamu?” Maka Allah berseru kepada Musa, “Wahai Musa jika mereka bertanya kepadamu apakah Robbmu bershalawat kepadamu, maka katakanlah ya! Aku dan para malaikatKu bershalawat kepada Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul-Ku”. Maka turunlah kepada Rasulullah ayat ini.[1]
Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya ketika menafsirkan ayat ini, bahwa Imam Bukhari meriwayatkan, Abu ‘Aliyah berkata : Shalawat Allah adalah pujian-Nya kepada Nabi di sisi Malaikat. Sedangkan shalawat para Malaikat adalah do’a.[2]
Ibnu Abbas berkata : “Mereka bershalawat” mereka meminta barakah. Demikian yang dita’liq oleh Imam Bukhari dari Ibnu Abbas.[3]
Hal serupa juga disebutkan oleh as-Suyuthi dalam tafsirnya, beliau menyebutkan bahwasannya Ibnu Jarir, Ibnu Mundzir, Ibnu Abi Hatim, dan Ibnu Marduwaih meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa maksud dari yusholluuna (mereka bershalawat) adalah yatabarrokuuna (mereka meminta berkah).[4]
Diriwayatkan pula dari Sufyan ats-Tsaury dan ulama semasanya “Sahalawat Rabb adalah rahmat, sedang shalawat malaikat adalah istighfar”.
Dikemukakan oleh Ibnu Abi Hatim dari Atho’ bin Abi Rabah berkata tentang ayat;
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ
Shalawat Allah adalah sebagaimana firman-Nya “Rahmatku telah mengalahkan kemurkaanku” dan maksud ayat ini adalah Allah mengabarkan kepada hamba-Nya (Nabi Muhammad) bahwa Dia memujinya di sisi para malaikatnya, sehingga para malaikatpun bershalawat kepadanya, lalu Allah memerintahkan penduduk bumi agar bershalawat dan mengucapkan salam penghormatan kepadanya. Oleh karenanya terkumpulah pujian atas beliau Nabi (Nabi Muhammad) dari penduduk dua alam (alangit dan bumi) tersebut.[5]
Dari ar-Robi’ dari anas mengatakan bahwasannya Allah telah mengagungkan Rasul-Nya, di dunia berupa ditinggikannya nama beliau dan tampak jelas din yang dibawanya di muka bumi dan langgengnya pengamalan syari’at Allah yang dibawanya. Sedangkan di akhirat ialah berupa syafa’at beliau bagi umatnya, besarnya ganjaran baginya, mendapat tempat yang terpuji.[6]
Ibnu Jarir at-Thobari menafsirkan firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ
Bahwasannya Allah mengatakn : “Wahai orang-orang yang beriman berdo’alah untuk Nabi Allah Muhammad .” [7]
Kandungan dari ayat ini bahwasannya Allah mengasihi Nabi-Nya, dan menyeru para malaikat untuk memintakan ampun baginya. Hal itu karena perkataan shalat dalm perkataan arab juga berarti do’a.[8]
Sesungguhnya Allah mengabarkan bahwa dia bershalawat kepada hamba-hamba-Nya yang beriman di dalam firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْراً كَثِيراً وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلاً هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُم مِّنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيماً
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (al-Ahzab : 41-43)
Di dalam hadits disebutkan :
إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى مَيَامِنِ الصُّفُوْفِ
“Sesungguhnya Allah dan para malaikatnya bershalawat kepada orang-orang yang berada di shaff (barisan ) sebelah kanan.”[9]
Dalil Dari Hadits
Adapun diantara hadits-hadits yang mensyari’atkan perintah untuk bersholawat kepada Rosulullah adalah sebagai berikut:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلّى الله عليه و سلّم : لا تجعلوا بيوتكم ولا تجعلوا قبري عيدا و صلوا عليّ فإنّ صلاتكم تبلغني حيث كنتم
Dari Abu Hurairah bahwa Rosulullah bersabda: “Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian kuburan, dan janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat perayaan, bersholawatlah kepadaku karena sesungguhnya ucapan sholawat kalian akan sampai kepadaku dimanapun kalian berada.” [HR.Abu Daud no.2044 dengan sanad hasan]
Syaikh Islam Muhammad bin Abdul Wahhab berkata: Beliau mengisyaratkan dalam hadits tersebut bahwa sholawat dan salam yang diucapkan oleh umatnya akan sampai kepadanya, baik dekat maupun jauh, oleh karena itu tidak perlu bagi kalian untuk menjadikannya (kuburan Rosulullah) sebagai tempat perayaan.[10]
Dalam hadits yang lain disebutkan:
Dari Ka’ab bin Ujroh berkata: tatkala turun ayat:
إنّ الله و ملائكته يصلّون على النّبيّ ياأيها الذين آمنوا صلو عليه و سلّموا تسليما
Aku berdiri dan berkata: Salam kepadamu telah kami ketahui, maka bagaimanakah sholawat kepadamu? Beliau bersabda : ucapkanlah:
اللهم صل على محمد و على آل محمد كما صليت على إبراهيم و آل إبراهيم إنّك حميد مجيد و بارك على محمد و على آل محمد كما باركت على إبراهيم و آل إبراهيم إنك حميد مجيد
“Ya Allah berikanlah sholawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan sholawat kepada Ibrohim dan keluarga Ibrohim sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Pemurah. Ya Allah berikanlah keberkahan kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberikan keberkahan kepada Ibrohim dan keluarga Ibrohim sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” [HR.Tirmidzi][11]
Hadits lain, Imam Ahmad meriwayatkan bahwa ‘Ashim bin ‘Ubaidillah berkata, aku mendengar ‘Abdullah bin Abi Robi’ah bercerita, bahwa ayahnya berkata, aku mendengar Rosulullah bersabda:
من صلى عليّ صلاة لم تزل الملائكة تصلي عليه ما صلى علي فليقل عبد من ذلك أو أكثر
“Barang siapa yang bersholawat kepadaku satu sholawat, niscaya para malaikat akan bersholawat kepadanya selama dia bersholawat kepadaku, maka seorang hamba berbuat itu sedikit ataupun banyak.”[12]
Dalam hadits yang lain juga disebutkan:
البخيل من ذكرت عنده فلم يصل علي
“Orang yang pelit adalah orang yang aku disebut di sisinya dan dia tidak bersholawat kepadaku.” [HR.Tirmidzi no.3891 dari hadits Sulaiman bin Bilal, kemudian dia berkata: hadits ini ghorib shohih]
Hadits ini dan hadits sebelumnya menjadi dalil bagi wajibnya bersholawat kepada Nabi . Inilah madzhab sekelompok ulama, di antaranya adalah ath-Thohawi dan al-Halimi. Serta diperkuat oleh hadits-hadits lain di antaranya yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah, bahwa Ibnu Abbas berkata, Rosulullah bersabda:
من نسي الصلاة علي أخطأ طريق الجنة
“Barang siapa yang lupa bersholawat kepadaku, niscaya dia keliru menuju jalan ke surga.” [13]
Diceritakan dari sebagian ulama’ bahwa diwajibkan bersholawat kepada Rosulullah sekali seumur hidup, sebagai sikap menjunjung tinggi perintah ayat. Kemudian dianjurkan dalam segala hal. Inilah pendapat yang didukung oleh Qodli Iyadl setelah menceritakan adanya ijma’ tentang kewajiban bersholawat kepada beliau secara global. Dia berkata, at-Thobari menceritakan bahwa kemungkinan ayat ini adalah anjuran dan dia mengklaim adanya ijma’ dalam masalah ini. Dia berkata: “Boleh jadi yang dimaksud adalah yang lebih dari satu kali dan yang wajib adalah yang satu kali tersebut, seperti syahadat kepada Nabi”. Sedangkan yang lebih, merupakan perkara yang dianjurkan dan disenangi di antara sunnah-sunnah islam dan syiar penganutnya. Namun pendapat ini tidak disetujui oleh Imam Ibnu Katsir sebagaimana yang beliau sebutkan dalam tafsirnya, beliau mengatakan: ”(Menurutku) ini adalah pendapat yang aneh karena adanya perintah yang berkenaan dengan kewajiban bersholawat kepada beliau di banyak waktu. Di antaranya ada yang wajib dan ada pula yang dianjurkan”.[14] Wallahu A’lam
[1] Imam Abdurrahman Jalaluddin as-Suyuthi, ad-Durul Mantsur Fit Tafsiril Ma’tsur, Beirut Lebanon, Daar Fikr, Thn terbit 1414 H/1993 M. Juz VI hal 646.
[2] Imaduddin Abul Fida’ Isma’il bin Katsir, Tafsir Ibnu Katsir (terjemahan), Pentahqiq DR. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Pustaka Imam Syafi’i, cet III 1427 H/ 2006 M, Jilid: VI, hal: 519. Abu Tsana’ Syihabuddin Sayyid Mahmud al-Alusi al-Baghdadi, Ruhul Ma’ani Fii Tafsiril Qur’anil ‘Azhim Was Sab’u Matsani, Juz: XXI, hal: 590. Imam as-Suyuthi juga menyebutkan dalam tafsirnya (ad-Durul Mantsur Fi Tafsiril Ma’tsur, Juz: VI, hal: 646) bahwa Abdun bin Humaid, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Abu ‘Aliyah.
[3] Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, Jilid VI, hal : 519.
[4] Imam Abdurrahman Jalaluddin as-Suyuthi, ad-Durul Mantsur Fit Tafsiril Ma’tsur, Beirut Lebanon, Daar Fikr, Thn terbit 1414 H/1993 M, Juz: VI, hal: 646. Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-Thobari, Jami’ul Bayan ‘An Ta’wilil Ayatul Qur’an, Daar ‘Alimil Kutub, Cet. I Thn. 1424 H/2003 M, Juz: XIX, hal: 174.
[5] Imaduddin Abul Fida’ Isma’il bin Katsir, Tafsir Ibnu Katsir (terjemahan), Pentahqiq DR. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Pustaka Imam Syafi’i, cet III 1427 H/ 2006 M, Juz III, hal 669.
[6] Abu Tsana’ Syihabuddin Sayyid Mahmud al-Alusi al-Baghdadi, Ruhul Ma’ani Fii Tafsiril Qur’anil ‘Azhim Was Sab’u Matsani, Juz XXI hal 590.
[7] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir at-Thobari, Jami’ul Bayan ‘An Ta’wilil Ayatul Qur’an, Daar ‘Alimil Kutub, Cet. I Thn. 1424 H/2003 M, Juz: XIX, hal: 175.
[8] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thobari, Jami’ul Bayan ‘An Ta’wilil Ayatul Qur’an, Daar ‘Alimil Kutub, Cet. I Thn. 1424 H / 2003 M. Juz : XIX, hal : 174.
[9] Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Abu Dawud dalam sunannya bab : Man Yustahabu Ai Yaly, juz : 1, hal : 253. no hadits : 676, dari A'isyah r.a. Ibnu Majah no : 1058. Hadits ini dhaif, didhaifkan oleh al-Albani dalam Dhoiful Jaami’ (1668), ia berkata : lafadz yang kuat yaitu………..orang-orang yang shalat di shaff-shaff.
[10] Syaikh Abdurrahman Hasan Alu Syaikh, Fathul Madjid Penjelasan Dari Kitab Tauhid, Pustaka Azzam, Cet IV Tahun 2003 M. hal: 479.
[11] Hadits yang hampir serupa juga diriwayatkan oleh Imam Bukhori (6357), Muslim (406), Abu Daud (976,977), Ibnu Majah (904), Tirmidzi (483), Ahmad (18104,18105), An-Nasa’i.
[12] Nomor hadits:16088
[13] Nomor hadits:961
[14] Imaduddin Abul Fida’ Isma’il bin Katsir, Tafsir Ibnu Katsir (terjemahan), Pentahqiq DR. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Pustaka Imam Syafi’i, cet III 1427 H/ 2006 M, Jilid : V, hal: 527.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar