Senin, 29 Juni 2015

Pengertian Tawasul Secara Bahasa

Jurnalmuslim.com - Ibnu Manzhur berkata, “Al-Wasilah” maknanya : Mendekatkan diri. Fulan wassala (mendekatkan diri) kepada Allah dengan sesuatu wasilah, artinya : Ia melakukan suatu amal yang dengan ia berupaya mendekatkan diri kepada Allah . Dan tawassala kepada-Nya dengan suatu wasilah, berarti ia mendekatkan diri kepada-Nya dengan suatu amalan.[1]



Al-Fairuuz Abadi mendefenisikannya,

وسل إلى الله توسيلا  : ia melakukan berbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah ta’ala. توسيلا  seperti kata : توسلا .[2]



Al-Fayumi berkata: Tawassala kepada Rabbnya dengan suatu wasilah, maknanya : ia mendekatkan diri kepada-Nya dengan perantara suatu perbuatan.[3]

Dan wasilah adalah sebab (perantara) yang mengantarkan kepada tujuan yang diinginkan.[4]

IV.III.II  Pengertian Tawasul Menurut Istilah Syara’



Sebuah ibadah yang dimaksudkan dengannya untuk memperoleh keridhaan Allah dan surga-Nya. Oleh karena itu, kita dapat katakan, “Semua jenis ibadah adalah wasilah (perantara) untuk menyelamatkan diri dari neraka dan untuk memperoleh surga.

Allah berfirman,

أُولَـئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ



“Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah)….” (al-Isra’ : 57)



Jika anda berpuasa dibulan ramadhan, maka dikatakan, “Ini adalah wasilah untuk memperoleh ampunan dari Allah”, dan anda melaksanakan qiyam (shalat) ramadhan maka dikatakan, “Ini adalah wasialah untuk memperoleh ampunan dari Allah”, dan anda sungguh-sungguh mencari keutamaan lailatul qadar, maka dikatakan, “Ini adalah wasilah untuk ,memperoleh ampunan dari Allah”,  dan semua amalan ibadah tersebut harus dilakukan berlandaskan iman dan mengharap pahala dari Allah . Sehingga, dengan demikian seluruh amal shaleh adalah wasilah, dan tujuan dari beramal shaleh itu seperti yang difirmankan Allah ,

فَمَن زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ



“…Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung…” (ali-Imran : 185)

أعوذ بالله من النار, وويل لأهل النار.

“Aku memohon perlindungan kepada allah dari neraka, dan celakalah para penghuni neraka.”[5])[6]

[1] Muhammad bin Mukrim bin Mandhur al-Afriiqi al-Mishri, Lisanul ‘Arab, Beirut, Daar Shoodir, cet I. juz 11, hal 724. (software maktabah syamilah)

[2] Tartib al-Qamus al-Muhith (4/552)

[3] Ahmad bin Muhammad bin 'Ali al-Muqorri al-Fayumi, al-Mishbah al-Munir Fi Ghoribisy Syarh al-Kabir Lirrofi'i, Beirut al-Maktabah al-'Ilmiyah, Juz: 2, hal: 660. (Software Maktabah Syamilah)

[4] Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utaimin, Majmu’ Fatawa Wa Rasail, Riyadh, Daarust Tsariya, Cet II, Thn 1414 H/1994 M. Juz: 5, hal:  279.

[5] Hadits ini dikeluarkan oleh Imam Ibnu Majah dalam sunanya, bab : Ma ja a fil qiro'ah, juz : 1, hal  : 429, no. 1352. HR. Abu Dawud, no. 881, Ahmad dalam musndnya (4/347) dan lihat at-Thabrani (7/92), dari Abu Laila .  Syaikh al-Albani mengatakan hadits ini dhaif. Begitu pula Abu Dawud mendhaifkannya dalam dhaif Abi Dawud.

[6] Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utaimin, Majmu’ Fatawa Wa Rasail, Riyadh, Daarust Tsariya, Cet II, Thn 1414 H/1994 M. Juz: 5, hal:  279-280.

(nisyi/jurnalmuslim.com)
Share on :

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Tafsir Ibnu Katsir 2011 - Some rights reserved | Powered by Blogger.com.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates and Theme4all