Jurnalmuslim.com - Ibnu Jarir Rahimahullah berkata ketika menafsirkan firman Allah yang berbunyi, “Dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepadaNya (wasilah)”[1], “Hendaklah kalian berupaya mencari jalan mendekatkan diri kepada Allah dengan perbuatan yang Dia ridhai.” Kata wasilah adalah wazan dari al-fa’ilah dari perkataan orang yang mengatakan, “Tawassaltu ila fulan bi kadza (saya bertawasul kepada fulan dengan ini dan itu), yang berarti, “Saya mendekatkan diri kepadanya.”[2]
Az-zamakhsyari Rahimahullah berkata, “Al-wasilah adalah setiap sesuatu yang dengannya seseorang dapat bertawasul, yakni mendekatkan diri baik kepada kerabat, benda atau selainnya, lalu kata ini dipergunakan untuk bertawasul kepada Allah dengan melakukan ketaatan dan meninggalkan segala kemaksiatan.[3]
Ibnu Katsir Rahimahullah menukil riwayat Ibnu Abbas dalam menafsirkan ayat yang sama, yaitu al-Qurbah. Demilian pula yang dikatakan oleh Mujahid, Abu Wail, al-Hasan, Qatadah, Abdullah bin Katsir, as-Suddi, Ibnu Zaid dan selainnya. Dan Qatadah berkata, “Mendekatlah kalian kepada Allah dengan mentaatiNya dan melakukan perbuatan yang dia ridhai.” Dan inilah yang dikatakan para imam-imam, tidak ada perbedaan pendapat dikalangan para ahli tafsir tentang hal itu.[4]
Abu as-Su’ud Rahimahullah berkata, “al-Wasilah dari wazan al-Fa’ilah yang berarti apa yang dengannya seseorang dapat bertawasul dan mendekatkan diri kepada Allah dengan ketaatan kepada-Nya dan meninggalkan maksiat. Artinya, ia mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu.”[5]
Al-Baidhawi Rahimahullah berkata, “al-Wasilah adalah apa yang dengannya kalian mendekatkan diri kepadan pahala-nya dan kedekatan kepada-nya dengan melakukan ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan, dan barang siapa yang bertawasul dengan hal itu maka ia telah mendekatkan diri kepada-nya.”[6]
Dari pengertian di atas, didapati bahwa tidak seorangpun dari mereka yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan wasilah itu ialah meminta pertolongan kepada orang-orang yang sudah meninggal, atau menjadikan mereka sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah .
[1] Al-maidah : 35.
[2] Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thobari, Jami’ul Bayan ‘An Ta’wilil Ayatul Qur’an, Daar ‘Alimil Kutub, Cet. I Thn. 1424 H / 2003 M. Juz : 6, hal : 226.
[3] Abu al-Qasim Mahmud bin az-Zamakhsari al-Khowarizmi, al-Kasyaf 'An Haqoiq at-Tanzil Wa 'Uyunu al-Aqowil Fi Wujuhi at-Ta'wil, Tahqiq : 'Abdur-Razaq al-Mahdy, Beirut, Daar Ihya' at-Turots al-'Aroby, Juz 1, hal 662. (Software Maktabah Syamilah)
[4] Imaduddin Abul Fida’ Isma’il bin Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adhim (Terjemahan), Pentahqiq DR. Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Alu Syaikh, Pustaka Imam Syafi’i, Cet III 1427 H/ 2006 M. juz : 2, hal : 52.
[5] Muhammad Bin Muhammad al-'Amady Abu as-Su'ud, Irsyad al-'Aqli as-Salim Ila Mazaya al-Qur'an al-Karim (Tafsir Abi as-Su'ud), Beirut, Daar Ihya' at-Turots al-'Aroby, Juz : 3, hal : 32. (Software Maktabah Syamilah)
[6] Lihat Anwar at-Tanzil, al-Baidhawi (1/273)
(nisyi/jurnalmuslim.com)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar