Jurnalmuslim.com - Tawasul dengan bentuk ini, baik semasa hidupnya Rasulullah ataupun setelah wafatnya, adalah termasuk tawasul bid’ah yang tidak dibenarkan. Hal itu karena kemuliaan beliau hanya bermanfaat untuk beliau sendiri, tidak untuk orang lain. Oleh karenanya, seseorang tidak boleh mengatakan,
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ بِجَاهِ نَبِيِّكَ أَنْ تَغْفِرَ لِيْ أَوْ تَرْزُقَنِيْ
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan perantara kemuliaan Nabi-Mu, agar Engkau mengampuni dosa-dosaku, atau Engkau memberi rezeki kepadaku”, karena wasilah itu haruslah jadi perantara, dan al-wasilah terambil dari kata Al-Wusl yang berarti sampai kepada sesuatu, sehingga wasilah itu harus dapat mengantarkan kepada sesuatu. Jika tidak dapat menjadi perantara kepada sesuatu maka bertawasul dengannya tidak bermanfaat dan tidak ada gunanya.[1]
[1] Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Majmu’ Fatawa Wa Rasail, Riyadh, Daarust Tsariya, Cet II, Thn 1414 H/1994 M. Juz: 2, hal: 323. Fatwa no : 376.
(nisyi/jurnalmuslim.com)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar