Jurnalmuslim.com - Shalawat Badar yang sangat masyhur dikalangan kaum muslimin di Indonesia bahkan hingga negeri-negeri tetangga berisi tentang tawassul dengan nama Allah swt, Nabi dan para mujahidin ahli badar.
Didalam Shalawat Badar paling tidak mencakup tiga macam tawassul :
1. Tawassul dengan Nama dan Sifat Allah.
Para ulama bersepakat boleh bertawassul dengan Nama dan Sifat Allah swt sebagaimana sebuah doa saat meruqyah orang sakit,”Ya Robb kami yang ada di langit, sungguh suci nama-Mu, urusan-Mu di langit dan bumi. Sebagaimana rahmat-Mu di langit jadikanlah rahmat di bumi. Ampunilah kami atas penyakit dan kesalahan kami. Engkau Robb orang-orang yang baik. Turunkanlah satu rahmat dari rahmat-rahmat-Mu. Kesembuhan dari kesembuhan-Mu dari penyakit ini, maka orang itu pun sembuh.” (Hadits Hasan diriwayatkan oleh Abu Daud dan yang lainnya).
Didalam hadits ini terdapat tawassul kepada Allah dengan memuji-Nya melalui Rububiyah dan Ilahiyah-Nya serta pensucian nama dan keagungan-Nya diatas makhluk-Nya juga perkara-Nya baik yang syar’i maupun qodari.[1]
2. Tawassul dengan Nabi Shallallahu alaihi wasallam.
Bertawasul dengan perantara nabi terbagi dalam empat bagian :
a. Bertawasul dengan beriman kepadanya dan pengikut-pengikutnya. Tawasul ini dibolehkan baik semasa hidup Rasulullah shallallahu alaihi wasallam maupun setelah wafatnya.
b. Bertawasul dengan do’anya; yaitu meminta kepada beliau agar mendo’akan untuknya. Tawasul bentuk ini dibolehkan hanya semasa hidup beliau, dan tidak boleh setelah wafatnya karena beliau tidak bisa lagi mendo’akan siapapun.
c. Bertawasul dengan kemuliaan dan kedudukannya yang tinggi di sisi Allah. Tawasul ini tidak dibolehkan, baik semasa hidup beliau maupun setelah wafatnya, karena hal itu bukan fungsinya.
d. Bertawasul dengan dzat (pribadi) Rasulullah . Tawasul ini tidak diperbolehkan karena termasuk dalam katagori perbuatan bid’ah dari satu sisi, dan pada sisi lain juga perbuatan syirik.[2]
e. Tawasul dengan rasa cinta kepada Nabi Muhammad dibolehkan karena tawasul dengan amal shaleh.
3. Bertawassul dengan para mujahidin dan ahli Badr alias para shahabat yang mengikuti perang badar.
Kalau bertawasul dengan nabi saja tidak diperbolehkan, apalagi bertawasul dengan para mujahiddin dan ahli badr yang sudah meninggal, tentu lebih tidak diperbolehkan, apalagi dengan manusia biasa yang sudah meninggal. Karena bertawasul dengan yang sudah meninggal itu tidak diperbolehkan sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pembahasan khusus tetang hal itu.
[1] Muhammad Kholil Haras, Syarhu al-'Aqidah al-Wasithiyah Lisyaikhul Islam Ibnu Taimiyah, ar-Ruasah al-'Amah Li Idarotil Buhus al-'Ilmiyah Wal-Ifta' Wad-Da'wah Wal-Irsyad, Cet I 1413 H./1992 M. Juz : 1, hal : 226. (Software Maktabah Syamilah)
[2] Abu Anas Ali bin Husain Abu Lauz, Kupas Tuntas Tentang Tawasul, Jati Negara Jakarta Timur, Darus Sunnah Press, Cet II, 2011 M. hal : 68.
(nisyi/jurnalmuslim.com)
Senin, 29 Juni 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar